Senin, 09 September 2013

Media Sosial: Apakah Kita Terdidik dan Beradab?

*Tulisan ini tidak bertujuan untuk mengkritik, tetapi hanya membahas sesuatu yang sedang menjadi 'gejala' di masyarakat, barangkali dapat sedikit mengetuk pikiran kita, dengan harapan membuat semuanya dunia menjadi sedikit lebih baik.

Berbicara mengenai media sosial, saat ini sudah begitu kompleks. Saat ini orang-orang menggunakan media sosial tidak hanya sebagai esensi 'sosial' saja, tetapi berbagai kegiatan pun dilakukan melalui media sosial.


Menurut Wikipedia.org, media sosial yang pertama kali muncul adalah sixdegree.com dan classmates.com di tahun 1995. Kemudian tahun 1999 lahirlah Blogger, situs blogging yang kita cintai ini. Diikuti tahun 2002, Friendster mulai mendunia dan membuat ABG-ABG seperti saya rela nongkrong di warnet berjam-jam hanya untuk mengutak-atik profil, mulai dari mengganti foto, saling berkomentar, menulis status, bahkan pacaran pun lewat Friendster. 2003 lahirlah LinkedIn yang juga berfungsi untuk mencari pekerjaan dan MySpace, jejaring sosial yang dikenal sebagai user friendly, yang paling populer di negara asalnya, Amerika Serikat.


Kemudian datanglah tahun 2004 dan lahirlah Facebook, karya seorang mahasiswa Harvard University yang merupakan buah keisengan, membuatnya menjadi seorang milyarder berkat jejaring sosial yang fenomenal ini. Tahun 2005 menyusul Twitter, jejaring sosial dengan konsep mikroblogging yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter, yang dikenal praktis dan memudahkan siapapun untuk berkicau sepuasnya. Lahirlah pula Youtube (2005), tempat berbagi video daring. Kemudian tahun-tahun selanjutnya lahir pula situs-situs lain seperti Instagram (2010), jejaring sosial untuk sharing gambar; Path (2010), jejaring sosial untuk berbagi 'momen', mulai dari gambar, lokasi, pesan, bahkan lagu yang sedang didengarkan juga film yang sedang ditonton; Google+ (2011), dan lain-lain.




Pesatnya perkembangan media sosial
Sumber gambar: blog.socialmaximizer.com


Demikianlah sedikit ulasan mengenai perkembangan dan berbagai macam media sosial yang ada. Kesemuanya pernah menjadi fenomena tersendiri pada masanya, bahkan ada yang masih menjadi fenomena hingga sekarang.


Di zaman digital ini, orang sangat sibuk mengontrol dan memantau media sosial seakan itu menjadi bagian dari hidup mereka, terutama kawula muda. Saat ini, orang cenderung akan dinilai berdasarkan apa yang mereka 'ucapkan' di media sosial, yang mereka bagikan, yang mereka tunjukkan. Bahkan sebelum betul-betul mengenal siapa orang itu sebenarnya. Maka sebaliknya, vice versa, orang pun beramai-ramai membangun citra diri mereka melalui media sosial, dengan berusaha (mungkin) menunjukkan bahwa ia cerdas karena memiliki kata-kata yang baik, ia bagus rupa karena memiliki foto-foto yang bagus, dan lain sebagainya. Tujuan lain yaitu, setelah memiliki citra diri, orang akan berlomba-lomba memiliki banyak follower, teman, atau apalah itu namanya, untuk menunjukkan bahwa mereka diterima dengan baik dalam kelompok mereka.


Orang beramai-ramai mengungkapkan apa yang ia pikirkan di media sosial. Bahkan tidak hanya itu, mereka menunjukkan segala emosi mereka, bahagia, sedih, cinta, bahkan kebencian. Semuanya menjadi lebih mudah karena tinggal mengetik dan tekan 'post', semuanya sudah tersampaikan, tanpa harus bertemu langsung dengan seseorang atau sesuatu yang dituju.


Tak terkecuali saya sendiri.


Karena itu, dewasa ini tak jarang terjadi konflik yang disebabkan sesuatu yang muncul di jejaring sosial. Entah itu status, foto, dan lain sebagainya. Orang begitu mudahnya terpengaruh oleh sesuatu yang muncul di media sosial milik orang-orang terdekatnya, juga milik para public figure. Apa pun yang diposting oleh para public figure, dalam sekejap bisa menjadi berita terhangat.


Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan 'media' sebagai alat, sarana, atau penghubung.

Sesuatu yang mengandung kata-kata 'media' seharusnya menjadi sesuatu yang bersifat memudahkan, bukan menyulitkan bahkan menciptakan masalah. Begitu pun media sosial. Seharusnya jika digunakan dengan optimal, media sosial dapat mempermudah pergaulan; mendapatkan informasi; mendapat teman (sungguhan) yang baru; serta menyalurkan aspirasi dengan tetap baik, sopan, dan beradab. Sebagai manusia yang terdidik, seharusnya cukup tahu bahwa sesuatu yang mengandung SARA dan urusan pribadi tidak menjadi konsumsi publik di media sosial.

Untuk urusan pribadi ini, haruslah cukup tahu antara si 'pemberi informasi' dan si 'penerima informasi'.


Saat ini media sosial sudah digunakan untuk berbagai hal, mengungkapkan perasaan, canda tawa, berbisnis, promosi event, hingga kampanye bagi para politisi. 


Tidak salah semua itu dilakukan. Apalagi di negeri yang (katanya) demokrasi ini. Namun alangkah baiknya, sekali lagi, sebagai manusia yang terdidik dan beradab, jika kita mengetahui batas-batas untuk 'menyuplai' dunia ini dengan berbagai informasi tentang diri kita, orang-orang terdekat kita, bahkan tentang orang lain.


Alangkah baiknya jika tidak perlu sebuah peraturan tertulis untuk mengetahui sampai batas mana kita dapat berpendapat dan mengungkapkan perasaan tanpa membuat orang lain terganggu. Alangkah baiknya jika kita tidak semudah itu menghakimi seseorang sebelum mengenal orang tersebut, bahkan menghakimi karena apa yang mereka 'taruh' di halaman jejaring sosial mereka.


Jadi, apakah kita terdidik dan beradab?

  
Social media doesn’t create negativity, it uncovers it. - Anonymous

Tidak ada komentar:

Posting Komentar